Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Tambang Emas Roma-MBD, Jadi ‘ATM’ Oknum Pemkab MBD?

Kamis, 09 Februari 2012 | 01.58



 KOTA-Onlien  (Kupang)- JIKA masyarakat Pulau Roma tidak secara sadar mendesak segera menghentikan aktifitas pertambangan di Desa Hila-P Roma, Kecamatan PP Terselatan Kabupaten MBD, cepat atau lambat, masyarakat di pulau itu, akan mengalami persoalan sosial yang rumit. Karena, selain kawasan bagian barat pulau itu, persis di Desa Hila, sudah ‘digunduli.’ Selain itu, masih ada lagi area tujuan garapan yang mungkin jauh lebih luas yakni di Desa Solath dan sebagian di Desa Jerusu.

Persoalan yang mungkin dihadapi adalah, mereka akan kehilangan berbagai hasil bumi berupa perkebunan cengkih, perkebunan pala (hutan), tanaman pohon sagu, perkebunan kelapa, hasil hutan rotan dan rimba campuran lainya. Berbagai kekayaan ini praktis akan terhempas habis digilas dengan alat berat milik perusahaan tambang dari luar. Dampak menakutkan lain adalah juga pulau yang berukuran kecil itu bisa goyang, bahkan bisa terjadi tragedi mirip lumpur Lapindo di Sidoarjo-Jawa Timur. Untuk itu mestinya ada gerakan massif dari rakyat untuk menghentikan aktifitas pertambangannya mulai dari sekarang.  

Masyarakat di pulau itu berpeluang besar jatuh miskin, bukan hanya karena berbagai kekayaan di kulit bumi pulau terkikis habis, tapi juga harta yang tersimpan di dasar bumi pulau itupun digaruk habis.  Beberapa informasi menyebutkan bahwa sampai saat ini ratusan bahkan ribuan ton material sudah diangkut keluar P Roma, padahal masyarakat di sana belum pernah merasakan manfaat dari hasil pertambangan itu.

Yang terjadi justru, para penguasa dalam hal ini pemerintah yang berkuasa sejak wilayah itu masih menjadi satu dengan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), lalu ketika telah menjadi otonomi Maluku Barat Daya (MBD) sudah dua kali pergantian penjabat bupati dari Drs. Yopi Patty berpidah ke Angki Renyaan. Dan pada masa bupati defenitif Baranabas Orno hari ini, Perusahaan pertambangan emas di Pulau Roma diduga terus menjadi ‘ATM’ para oknum penguasa ini (birokrasi dan politisi di DPRD). Ironisnya, dugaan kuat para pemilik hak ulayat ikut menjadi bagian penting dalam proses "eksploitasi" atau dengan kata lain ikut berkonspirasi dan membetuk semacam jaringan kerjasama "mafia" pertambangan. Hasilnya yang sudah kentara adalah justru terjadi pengrusakan ekosistim secara besar-besaran di pulau yang masih perawan itu.

Menurut pengakuan masyarakat dari desa itu, mereka menemukan tanda-tanda bahaya di beberapa titik tempat pengeboran atau tempat beroperasinya alat berat milik PT Gemala Borneo Utama (GBU). Dimana terdapat sebanyak dua titik sumburan gas beracun disertai sumburan lumpur. Kian hari volume sumburan lumpur dari dalam lumbang bekas galian tambang itu semakin besar. "Tapi sekarang sudah ditutup bekas bor itu karena ada gas keluar dan menyengat hidung," kata Ateng Maomon salah satu warga Hila, belum lama ini. Selain itu, persis dibagian tempat pengeboran itu, terdengar hempasan gelombang laut dari kedalaman sekitar 200-an meter di atas permukaan laut.

Ateng Maromon melalui saluran telepon selulernya kepada Mingguan Kota (MK) menyampaikan bahwa akibat adanya sumburan gas beracun disertai lumpur dari lubang bekas galian itu sempat membuat warga tidak lagi hidup tenang. Warga mulai panik dan merasa ketakutan. Karena, selain melihat gejala aneh yang selama berabad-abad belum terjadi di desa itu, juga beberapa hasil perkebunan seperti kelapa, pala hutan dan cengkih yang berada di atas tanah di lokasi pertambangan itu sudah tergusur habis.

“Selama perusahaan pertambangan ini beroperasi di Desa Hila, kami tidak pernah mendapat sesuatu dari tambang itu. Awalnya, kami dengar masih sebatas eksplorasi, padahal material yang sudah diangkut, kalau mau dihitung sudah masuk ribuan puluhan ton bahkan mencapai ratusan ton yang dibawa keluar P Roma. Kami sudah meminta kepada pihak perusahaan pertambangan dan kepala desa untuk kiranaya menghentikan kegiatan pertambangan itu, karena ada gejala yang tidak baik. Kehidupan kami terancam,” kata Ateng Maromon, bersemangat.

Sementara salah satu aktifis Pemuda Pulau Roma, Crestian Johanis, menyungguhkan informasi yang disampaikan Ateng Maromon itu. Menurut Cres, demikian sapaannya, sudah banyak keluhan warga Desa Hila, berkaitan dengan adanya aktifitas pertambangan di P Roma. “Benar, beta dapat informasi itu. Kasihan masyarakat kita ini kan sangat lugu, tidak mengerti sesuatu, mereka dibodohi oleh orang apalagi ketika pihak tambang sudah bersatu dengan kepala desa yang nota bene punya lahan, pemilik hak ulayat, masyarakat tdak bisa berbuat banyak. Jadi jalan satu-satunya masyarakat harus bertindak kalau tidak mereka jadi korban,” usul Cres.
 Angky Renyaan Sudah Hentikan Aktifitas

Sementara sesuai informasi yang dihimpun MK di Wonreli-Kisar Ibukota Kabupaten MBD, menyebutkan, sebetulnya ketika Caratacer Bupati MBD, Angki Renyaan, telah mengeluarkan surat perintah pengentian sementara aktivitas pertambangan di wilayah Desa Hila, Kecamatan PP Terselatan. Karena aktifitas PT GBU yang melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan emas di Desa Hila, dinilai sudah sangat merugikan masyarakat dan pemerintah MBD.

Namun ketika terjadi pergantian kepemimpinan di MBD, di bawah kepemimpinan Baranabas Orno, Pemerintah MBD mengaktifkan kembali IUP dan memberikan kewenangan untuk kembali PT GBU beroperasi. Ijin ekplorasi ini baru akan berakir pada 2015. Sementara area ekplorasi pertambangan emas di Desa Hila, kini sudah cukup luas dan semakin dalam areal garapan PT GBU. Sudah ratusan bahkan ribuan ton jenis batu-batuan dan tanah yang direkrut dari areal pertambangan sudah jauh melebihi sekedar sampel. 

Merebak informasi bahwa ternyata, sudah terjadi kesepakatan diam-diam antara Pimpinan PT GBU dengan Bupati MBD Baranabas Orno, dimana pihak perusahan telah menyerahkan Rp 8 milyar lebih kepada pemerintah MBD melalui Bupati MBD demi kepentingan pembangunan infrastruktur di Tiakur-Moa. Informasi ini merebak ketika di ekspos berulang-ulang oleh beberapa media cetak di Ambon pertengahan Juli 2011. Akibatnya sempat terjadi polemik beberapa tokoh masyarakat MBD di Ambon dengan Pimpinan PT GBU dan Bupati MBD lewat perang media di Ambon.

Menurut penjelasan M Banjarnahor, ST Pimpinan PT Robust Recorces yang adalah Induk dari PT GBU di P Roma, penyerahan uang sebesar Rp 8 milar kepada Bupati MBD, itu merupakan bantuan sumbangan pematangan lahan kepada Pemkab MBD. Namun karena dipersoalkan (dijustifkasi negatif oleh pihak lain, lebih baik saya tarik diri saja. Saya tidak dintervensi oleh Pemkab, dan Pem Pusat. Saya ditunjuk lansung dri luar negeri/ini sesuai pernyataan langsung M Banjarnahor, ST, lewat media di Ambon).

Akibat pernyataan Pimpinan PT Robust Recorces ini, semakin mencurigakan bahwa ternyataan Bupati MBD, secara membabibuta memanfaatkan kekayaan Pulau Roma untuk membangun infrastruktur di Tiakur-Pulau Moa tanpa peduli dengan keselamatan masyarakat yang menghuni pulau itu. Ada beberapa dampak buruk yang sudah mulai mengerogoti kehidupan masyarakat di Desa Hila yakni pertama; bisa terjadi kemiskinan masaal terhadap masyarakat karena permukaan tanah yang subur mejadi rusak, semua hasil-hasil hutan, perkebunan kelapa, coklat, cengkih, dan pala hutan akan musnah karena berada persis di lokasi yang telah dikapling sebagai daerah pertambangan. Kedua; Roma adalah pulau yang tergolong kecil, sehingga jika pulau itu dikapling habis menjadi kawasan pertambangan maka kehidupan masyarakat di pulau itu otomatis terancam. Suatu ketika penduduk di pulau itu bisa diungsikan keluar mencari tempat hunian baru, jika tidak segera dicegat.

Dengan adanya perusahaan pertambangan di P Roma merupakan peluang ‘emas’ bagi pemerintahan Barnabas Orno untuk melancarkan aksinya. Pertanyaannya apakah benar dana sebesar 8 milar yang disebutkan sebagai sumbangan bagi Pemkab MBD itu digunakan demi pembangunan Tiakur atau digunakan untuk kepentingan lain yang tidak ada kaitan dengan pembangunan di MBD? Entahlah, yang tahu hanya Barnabas Orno selaku pemerintah yang menerima langsung sumbangan itu.*
Oleh: Yesayas Petrusz